Pakailah Sepatu Gue Sejenak, Kawan

December 23, 2016

Tanggal 10 Desember lalu, gue duduk di antara 3.500 orang yang menyaksikan Pandji membawakan bit-bit komedinya dalam sebuah pagelaran bertajuk Juru Bicara.

Nah di antara semua yang dia bawakan, yang menurut gue paling berkesan adalah saat dia membicarakan media. Salah satunya kurang lebih seperti ini:

“Pas gue lagi dengerin khotbah, khatibnya bilang gini, ‘kemarin saya baca berita seorang pemuda membunuh ibunya sendiri, kemarinnya lagi saya baca pemuda yang lain membunuh pacarnya sendiri.’ Ya terus gue mikir, wah bapak khatib kebanyakan baca Pos Kota nih. Ya kalau yang dibaca macam Pos Kota, Lampu Merah, jelaslah kriminal terus setiap hari.”

Rasanya saat itu gue ingin teriak dari lubuk hati terdalam, IYA BANGET PAK, IYA BANGEEEET!!

Kenapa gue setuju?

Pekerjaan pertama yang gue dapat setelah dahaga gue akan sekolah usai itu adalah sebagai awak media di CNN Indonesia. Awak media keren amat ya kayaknya, posisi gue waktu itu production assistant, bahasa tongkrongannya kira-kira “kacung-nya kacung media”.

Saat gue di sana, gue sempat diceburin dalam produksi CNN Indonesia World Now. Setiap hari, sekali lagi, SETIAP HARI, gue lihat berbagai kegilaan dan kekacauan dunia. Lo ga bakal nyangka bagaimana melihat kekejian dunia setiap hari, meski lewat video semata, bisa mengganggu stabilitas hidup lo. Hampir setiap hari, tim gue ngeberitain apa yang terjadi di Suriah dan berbagai wilayah konflik lainnya. Hampir setiap hari gue harus melihat video perang dan bullshit-bullshitannya banyak pemimpin negara.

Makanya saat orang-orang di lingkaran Facebook gue bilang, “semua berdoa untuk Paris (atau sebut negara barat lainnya), tetapi ga ada yang peduli soal apa yang terjadi di Aleppo atau Palestina”, rasanya gue pengen teriak “HEH KAMPRET! LO TUH BACA KORAN APA SIH? LO NONTON CHANNEL YANG MANA?! YA KALAU NONTONNYA INSERT-DAHSYAT-OBSESI SELEBRITI-7 HOAX PALING LAKU SEDUNIA MAH YA GA BAKAL NEMU!”

Maaf emosi.

Biasanya orang-orang yang bilang seperti itu juga hobi banget mengkotak-kotakkan manusia berdasarkan agamanya. Ga sekedar agama sih, toh yang beda “guru” saja masih “dibantai” juga sama mereka.

Dan tentu saja dengan hobi menonton 7 Hoax Paling Laku Sedunia, mereka kerap menyebarkan hoax dengan semangat, macam buang air besar di pagi hari. Disebar lalu dilupakan. Menyuburkan lele-lele lugu dan polos yang hidupnya habis hanya di satu kolam saja.

Maaf ikut-ikutan nge-judge. Da gimana atuh.

Dan orang-orang yang jempolnya bergerak lebih cepat dari otaknya itu tampaknya memang adalah sasaran utama mereka.

Seandainya Nabi Muhammad hidup di masa sekarang ya, gue rasa dia bakal bilang,

“aku diperlihatkan neraka. Aku melihat kebanyakan penghuninya adalah para pengguna Facebook dan anggota grup sebelah di WA.”

Dari orang-orang yang gue temui di CNN Indonesia juga gue belajar untuk cek-cek-cek, klarifikasi-klarifikasi-klarifikasi, sabar naikin berita, tahan sampai lo yakin kalau yang lo beritain itu memang benar. Kadang gue sudah gemas banget, “naikin lah beritanya, itu semua TV dah nayangin demikian”. Misalnya saja saat melaporkan berita Eksekusi Mati Jilid III. TV lain telah menaikkan berita pelaksanaan eksekusi di jam sekian-sekian. Atasan gue memutuskan untuk tidak menaikkan berita itu karena belum bisa dipastikan. Keputusan yang tepat.

Ya itulah, lama kelamaan gue benar-benar belajar belum tentu yang disetujui orang banyak itu adalah kebenaran. Toh sejarah sudah berulang kali membuktikan bahwa manusia mampu bego bareng-bareng.

Cek. Cek. Cek.

Gue ingat saat kejadian Bom Thamrin, CNN Indonesia itu breaking news sampai lebih dari 24 jam. Lama amat? Ya iseng aja, ngetes kekuatan kru, kata atasan gue. Rese.

Nah, di malam harinya saat salah seorang koresponden sedang memberikan laporan langsung, terdengar suara ledakan. Terlihat semua reporter dari berbagai TV berlari ke arah suara ledakan. Ya, para reporter yang hasil beritanya kadang dipelintir sesuai kebutuhan itu banyak yang ga takut mati kayaknya. Apalagi kalau baca-baca cerita mereka di medan perang. Kembali fokus, begitu terlihat sebuah truk kuning menyala di layar kaca, gue was-was, “yah, ban pecah ini mah. Malu lah. Malu.” Benar saja, malam itu suara ledakan datang dari ban truk yang pecah. Gue lupa siapa koresponden yang bertugas saat itu, tapi seandainya gue ada di posisi dia, bisa ngakak di tempat gue. Pun agak malu karena sebelumnya sudah lari-lari panik menduga yang tidak-tidak. Tapi, si koresponden ini tetap tenang dan menegaskan sumber ledakan. Diulang sampai tiga kali kayaknya ada. Ga cuma itu, dia pun ngintilin polisi sampai pihak kepolisian pun mengklarifikasi asal suara ledakan. Setiap dia ngomong “ban truk yang pecah” gue ketawa dalam hati.

Tapi, meski lucu, berita itu benar adanya, telah dibuktikan dan dipastikan. Kalau kaum hoax yang jadi korespondennya, setelah terdengar ledakan mungkin mereka segera menjauh, cari tempat aman, dan menuliskan berbagai dugaan-dugaan dan secepat mungkin menyebarkannya. Mungkin ya, mungkin, gue ga tahu. Jangan disebarin loh!

Nih ya, hoax yang terlanjur menyebar itu ga akan selesai hanya dengan klarifikasi. Karena siapa juga yang mau nge*-share* klarifikasi. Ga asik. Ga seru. Ga bakal ada yang mau buat program 7 Klarifikasi Paling Laku Sedunia.

Fitnah adalah pembunuhan. Begitu pun hoax. Dan lo ga bisa menghidupkan kembali yang sudah mati. Kecuali lo Tuhan. Atau Yesus. Dengan izin Tuhan.

Jadi sebelum lo ngebunuh orang, cobalah tukar sepatu dengan orang itu dan nikmati bau kaki kalian bersama. Toh kita ga bisa berlari dari kenyataan bahwa kita manusia, tempatnya salah dan lupa. *nyanyi

Gitu aja sih.

Selamat ulang tahun pertama CNN Indonesia. Terima kasih atas segala kesempatan.

CNN Indonesia. News We Can Trust.

Insya Allah.


Profile picture

ranting to survive
just like the title, this blog will be hard to read